5.2.1.
trayᾱḥ prᾱjᾱpatyᾱḥ prᾱjapatau pitari brahma-caryam ῡṣuḥ, devᾱ manuṣyᾱ asurᾱḥ, uṣitvᾱ brahmacaryaṁ devᾱ ῡcuh; bravītu no bhavᾱn iti; tebhyo haitad akṣaram uvᾱca; da iti, vyajñᾱsiṣṭᾱ iti; vyajñᾱsiṣma iti hocuḥ, dᾱmyata, iti na ᾱttheti, aum iti hovᾱca, vyajñᾱsiṣṭeti.
Trayᾱḥ prᾱjᾱpatyᾱḥ prᾱjapatau pitari brahma-caryam ῡṣuḥ, devᾱ manuṣyᾱ asurᾱḥ, uṣitvᾱ brahmacaryaṁ devᾱ ῡcuh; bravītu no bhavᾱn iti
5.2.2
atha hainam manuṣyᾱ ῡcuh: bravītu no bhavᾱn iti; tebhyo haitad evᾱkṣaram uvᾱca; da iti; vyajñᾱsiṣṭᾱ iti, vyajñᾱsiṣma iti hocuḥ, datta iti na ᾱttheti; aum iti hovᾱca vyajñᾱsiṣṭeti.
5.2.3
atha hainam asurᾱ ῡcuḥ, bravītu no bhavᾱn iti; tebhyo haitad evᾱkṣaram uvᾱca; da iti, vyajñᾱsiṣṭᾱ iti, vyajñᾱsiṣma iti hocuḥ, dayadhvam iti na ᾱttheti, aum iti hovᾱca vyajñᾱsiṣṭeti. tad etad evaiṣᾱ daivī vᾱg anuvadati stanayitnuḥda-da, da, iti, damyata, datta, dayadhvam iti. tad etat trayaṁ śikṣet, damam, dᾱnam, dayᾱm iti.
[Brhadaranyaka Upanishad 5.2.1 - 5.2.3]
TERJEMAHAN
5.2.1
Tiga kelompok mahluk, dewa-manusia-ashura, datang kepada Prajapati [pelindung kehidupan]. Dalam rangka menuntaskan evolusi bathin mereka, para dewa berkata : "beri kami petunjuk". Prajapati berkata : "DA. Apakah kalian mengerti ?" Para dewa menjawab : "Ya kami mengerti. Anda memberi petunjuk DAMYATA-menjaga jarak dengan seluruh kecenderungan [hawa nafsu dan keinginan] yang muncul dari badan dan pikiran-". Prajapati berkata : "Ya, kalian sudah mengerti".
5.2.2
Lalu para manusia ikut berkata : "beri kami petunjuk". Prajapati mengatakan hal yang sama : "DA. Apakah kalian mengerti ?" Para manusia menjawab : "Ya kami mengerti. Anda memberi petunjuk DATTA-penuh kebaikan-". Prajapati berkata : "Ya, kalian sudah mengerti".
5.2.3
Lalu para ashura juga berkata : "beri kami petunjuk". Prajapati mengatakan hal yang sama : "DA. Apakah kalian mengerti ?" Para ashura menjawab : "Ya kami mengerti. Anda memberi petunjuk DAYADHVAM-penuh welas asih-". Prajapati berkata : "Ya, kalian sudah mengerti". Tiga kata itu diulang-ulang oleh sang sabdha semesta : "Da, Da, Da". Karena untuk bisa terbebaskan, setiap mahluk harus mempraktekkan ketiga hal ini : jaga jarak dengan seluruh kecenderungan [hawa nafsu dan keinginan] yang muncul dari badan dan pikiran, penuh kebaikan dan penuh welas asih.
PENJELASAN
-ASHURA-
Para ashura adalah kelompok mahluk terendah dalam evolusi jiwa, lumpur kekotoran bathin mereka yang paling pekat. Kebiasaan mereka adalah melukai, menyakiti dan melecehkan mahluk lain. Kejam, tega, sombong dan berhati sekeras batu. Sehingga sifat dasar mereka adalah emosi negatif dan destruktif [penuh kemarahan, penuh kebencian, iri hati, suka menghancurkan]. Agar evolusi bathin mereka bisa bergerak dari ashura menjadi manusia, hal yang harus mereka praktek-kan secara disiplin dan mendalam adalah : DAYADHVAM-bersikap penuh welas asih-. Dengan praktek sikap penuh welas asih, para ashura belajar untuk tidak kejam, tidak membenci, tidak iri hati dan berhati lembut.
Manusia dengan bathin ashura [asuri sampad] adalah manusia dengan sifat dasar emosi negatif dan destruktif [penuh kemarahan, penuh kebencian, iri hati, suka menghancurkan]. Manusia dengan bathin ashura harus berhati-hati. Bukan saja dalam kehidupan ini bathinnya terguncang dan sengsara, tapi di alam kematian-pun akan mengalami hal yang sama. Sukur-sukur ketika terlahir kembali bisa lahir jadi manusia lagi dan tidak terlahir di alam bawah ataupun lahir menjadi binatang.
Kalau mau evolusi jiwa bergerak dari bathin ashura [asuri sampad] menjadi bathin manusia [manu sampad], maka hal yang harus dipraktek-kan secara disiplin dan mendalam adalah : DAYADHVAM-bersikap penuh welas asih-. Kalau tidak bisa, cukup tidak menyakiti [ahimsa].
Dalam perjalanan kehidupan dan kematian, sifat ashura akan banyak mendatangkan kesengsaraan. Karena sudah hukum alam [hukum karma] : kebencian akan mendatangkan kebencian, kemarahan akan mendatangkan kemarahan, dll, dan semua karma buruk lainnya. Dalam kematian juga sama, terutama karena di alam kematian kita menggunakan lapisan badan pikiran kita. Kegelisahan pikiran dalam bentuk emosi-emosi negatif akan sangat menyiksa diri kita sendiri. Sehingga pelindung kehidupan dan kematian yang pertama adalah : DAYADHVAM-bersikap penuh welas asih-. Kalau tidak bisa, cukup tidak menyakiti [ahimsa].
-MANUSIA-
Para manusia punya kebiasaan terikat erat kepada hal-hal duniawi. Sehingga sifat dasar mereka adalah cenderung mementingkan diri sendiri dan serakah. Agar evolusi bathin mereka bisa bergerak dari manusia menjadi dewa, selain DAYADHVAM-bersikap penuh welas asih-, hal kedua yang juga harus mereka praktek-kan secara disiplin dan mendalam adalah : DATTA-penuh kebaikan-. Kebaikan tidak hanya berupa pemberian benda, tapi juga dalam berbagi rasa dan potensi diri, memahami kebutuhan dan perasaan mahluk lain dan bersedia berbagi. Dengan praktek sikap penuh kebaikan, manusia belajar melepaskan, lepas dari keterikatan dan tidak serakah.
Manusia dengan bathin manusia [manu sampad] adalah manusia yang emosi negatifnya lebih sedikit, pada dasarnya tidak tertarik menyakiti, tapi cenderung terikat kepada hal-hal dan benda-benda duniawi, sehingga mementingkan diri sendiri dan serakah. Manusia dengan bathin manusia-pun juga harus berhati-hati. Bukan saja dalam kehidupan ini bathinnya terguncang dan sengsara, tapi di alam kematian-pun akan mengalami hal yang sama. Bisa dipastikan akan balik lagi, terlahir kembali ke dunia ini, karena segala bentuk keterikatan akan membuat kita balik lagi ke dunia ini.
Kalau mau evolusi jiwa bergerak dari bathin manusia menjadi bathin dewa [daiwa sampad], maka hal yang harus dipraktek-kan secara disiplin dan mendalam [selain DAYADHVAM] adalah : DATTA-penuh kebaikan-. Melepaskan banyak keterikatan, baik berupa benda-benda duniawi, hal-hal duniawi, maupun perasaan.
Dalam perjalanan kehidupan dan kematian, sifat manusia juga akan banyak mendatangkan kesengsaraan. Karena sudah hukum alam [hukum karma] : keserakahan akan mendatangkan kebencian, keterikatan akan mendatangkan kegelisahan bathin, dll. Dalam kematian juga sama, terutama karena di alam kematian kita menggunakan lapisan badan pikiran kita. Ketika kita mati, tapi yang kita ingat adalah deposito, sertifikat tanah, mobil, selingkuhan, dll, maka di alam kematian kita akan disiksa oleh kebutuhan akan keduniawian tersebut. Kegelisahan pikiran dalam bentuk kebutuhan akan keduniawian tersebut akan sangat menyiksa diri kita sendiri. Sehingga pelindung kehidupan dan kematian yang kedua adalah : DATTA-penuh kebaikan-. Melepaskan banyak keterikatan, baik berupa benda-benda duniawi, hal-hal duniawi, maupun perasaan.
-DEWA-
Para dewa adalah kelompok mahluk tertinggi dalam evolusi jiwa, lumpur kekotoran bathin mereka sudah bersih. Akan tetapi ini saja tidak cukup untuk menghentikan roda samsara [kelahiran kembali]. Diperlukan bathin yang sadar, tenang-seimbang. Sehingga untuk bisa mengalami pembebasan, yang harus mereka praktek-kan secara disiplin dan mendalam adalah : DAMYATA-menjaga jarak dengan seluruh kecenderungan [hawa nafsu dan keinginan] yang muncul dari badan dan pikiran
Manusia dengan bathin dewa [daiwa sampad] adalah manusia yang lumpur kekotoran bathinnya cenderung sudah bersih. Kalau sudah bisa sampai disini saja sudah sangat bagus, karena evolusi jiwa kita akan sangat pesat kemajuannya. Tapi karena sifat dasar dari pikiran kita yang melompat kesana-kemari, kita belum mengalami bathin yang damai, tenang-seimbang dan tidak berubah. Sehingga belum "sadar" akan realitas absolut, belum terbebaskan dari roda samsara. Ketika mati, kita akan lahir di alam dewa untuk jangka waktu yang lama, tapi roda samsara belum berhenti. Sehingga pelindung kehidupan dan kematian yang ketiga adalah : DAMYATA-menjaga jarak dengan seluruh kecenderungan [hawa nafsu dan keinginan] yang muncul dari badan dan pikiran-.
EMPAT TIANG DHARMA
Sebab kenapa kita berputar-putar terus dalam roda samsara, lahir-tua-sakit-mati lahir-tua-sakit-mati, adalah karena kita bodoh [avidya]. Kita mengira ego [ahamkara / ke-aku-an] itu yang paling berharga, kita mengira harga diri itu yang paling berharga, kita mengira pemuasan badan itu yang paling berharga, kita mengira rumah itu yang paling berharga, kita mengira deposito itu yang paling berharga, kita mengira selingkuh itu yang paling berharga, dll. Janganlah pulang ke "tanah wayah" [alam kematian] dengan "tangan kosong". Karena "tangan kosong" itulah yang menyebabkan kita balik lagi ke kehidupan ini. Sukur-sukur kalau masih bisa lahir jadi manusia lagi dan tidak lahir ke alam-alam bawah atau lahir sebagai binatang.
Ajaran yang disampaikan Prajapati kepada para Devā, Manushyā and Ashura adalah satu huruf DA, yang kemudian diulang tiga kali : Dāmyata, Datta, Dayadhvam [kesadaran, kebaikan dan welas asih]. Kecenderungan emosi negatif [kemarahan, kebencian, iri hati] dilindungi oleh sifat WELAS ASIH, kecenderungan keterikatan duniawi dilindungi oleh sifat PENUH KEBAIKAN dan seluruh kecenderungan badan & pikiran dilindungi oleh KESADARAN.
Dan ketiga DA itu adalah tiang-tiang dharma yang semuanya harus dipraktekkan, karena bukan saja melindungi kita dari karma buruk, melindungi kita dalam kehidupan dan kematian, tapi sekaligus juga sebagai dasar dari jalan menuju tiang dharma yang paripurna [ke-empat], yaitu dharma sebagai keheningan bathin yang sempurna [jivan-mukti].
Rumah Dharma – Hindu Indonesia
Purnama Karo, 26 Juli 2010
sumber :: http://www.facebook.com/rumahdharma
trayᾱḥ prᾱjᾱpatyᾱḥ prᾱjapatau pitari brahma-caryam ῡṣuḥ, devᾱ manuṣyᾱ asurᾱḥ, uṣitvᾱ brahmacaryaṁ devᾱ ῡcuh; bravītu no bhavᾱn iti; tebhyo haitad akṣaram uvᾱca; da iti, vyajñᾱsiṣṭᾱ iti; vyajñᾱsiṣma iti hocuḥ, dᾱmyata, iti na ᾱttheti, aum iti hovᾱca, vyajñᾱsiṣṭeti.
Trayᾱḥ prᾱjᾱpatyᾱḥ prᾱjapatau pitari brahma-caryam ῡṣuḥ, devᾱ manuṣyᾱ asurᾱḥ, uṣitvᾱ brahmacaryaṁ devᾱ ῡcuh; bravītu no bhavᾱn iti
5.2.2
atha hainam manuṣyᾱ ῡcuh: bravītu no bhavᾱn iti; tebhyo haitad evᾱkṣaram uvᾱca; da iti; vyajñᾱsiṣṭᾱ iti, vyajñᾱsiṣma iti hocuḥ, datta iti na ᾱttheti; aum iti hovᾱca vyajñᾱsiṣṭeti.
5.2.3
atha hainam asurᾱ ῡcuḥ, bravītu no bhavᾱn iti; tebhyo haitad evᾱkṣaram uvᾱca; da iti, vyajñᾱsiṣṭᾱ iti, vyajñᾱsiṣma iti hocuḥ, dayadhvam iti na ᾱttheti, aum iti hovᾱca vyajñᾱsiṣṭeti. tad etad evaiṣᾱ daivī vᾱg anuvadati stanayitnuḥda-da, da, iti, damyata, datta, dayadhvam iti. tad etat trayaṁ śikṣet, damam, dᾱnam, dayᾱm iti.
[Brhadaranyaka Upanishad 5.2.1 - 5.2.3]
TERJEMAHAN
5.2.1
Tiga kelompok mahluk, dewa-manusia-ashura, datang kepada Prajapati [pelindung kehidupan]. Dalam rangka menuntaskan evolusi bathin mereka, para dewa berkata : "beri kami petunjuk". Prajapati berkata : "DA. Apakah kalian mengerti ?" Para dewa menjawab : "Ya kami mengerti. Anda memberi petunjuk DAMYATA-menjaga jarak dengan seluruh kecenderungan [hawa nafsu dan keinginan] yang muncul dari badan dan pikiran-". Prajapati berkata : "Ya, kalian sudah mengerti".
5.2.2
Lalu para manusia ikut berkata : "beri kami petunjuk". Prajapati mengatakan hal yang sama : "DA. Apakah kalian mengerti ?" Para manusia menjawab : "Ya kami mengerti. Anda memberi petunjuk DATTA-penuh kebaikan-". Prajapati berkata : "Ya, kalian sudah mengerti".
5.2.3
Lalu para ashura juga berkata : "beri kami petunjuk". Prajapati mengatakan hal yang sama : "DA. Apakah kalian mengerti ?" Para ashura menjawab : "Ya kami mengerti. Anda memberi petunjuk DAYADHVAM-penuh welas asih-". Prajapati berkata : "Ya, kalian sudah mengerti". Tiga kata itu diulang-ulang oleh sang sabdha semesta : "Da, Da, Da". Karena untuk bisa terbebaskan, setiap mahluk harus mempraktekkan ketiga hal ini : jaga jarak dengan seluruh kecenderungan [hawa nafsu dan keinginan] yang muncul dari badan dan pikiran, penuh kebaikan dan penuh welas asih.
PENJELASAN
-ASHURA-
Para ashura adalah kelompok mahluk terendah dalam evolusi jiwa, lumpur kekotoran bathin mereka yang paling pekat. Kebiasaan mereka adalah melukai, menyakiti dan melecehkan mahluk lain. Kejam, tega, sombong dan berhati sekeras batu. Sehingga sifat dasar mereka adalah emosi negatif dan destruktif [penuh kemarahan, penuh kebencian, iri hati, suka menghancurkan]. Agar evolusi bathin mereka bisa bergerak dari ashura menjadi manusia, hal yang harus mereka praktek-kan secara disiplin dan mendalam adalah : DAYADHVAM-bersikap penuh welas asih-. Dengan praktek sikap penuh welas asih, para ashura belajar untuk tidak kejam, tidak membenci, tidak iri hati dan berhati lembut.
Manusia dengan bathin ashura [asuri sampad] adalah manusia dengan sifat dasar emosi negatif dan destruktif [penuh kemarahan, penuh kebencian, iri hati, suka menghancurkan]. Manusia dengan bathin ashura harus berhati-hati. Bukan saja dalam kehidupan ini bathinnya terguncang dan sengsara, tapi di alam kematian-pun akan mengalami hal yang sama. Sukur-sukur ketika terlahir kembali bisa lahir jadi manusia lagi dan tidak terlahir di alam bawah ataupun lahir menjadi binatang.
Kalau mau evolusi jiwa bergerak dari bathin ashura [asuri sampad] menjadi bathin manusia [manu sampad], maka hal yang harus dipraktek-kan secara disiplin dan mendalam adalah : DAYADHVAM-bersikap penuh welas asih-. Kalau tidak bisa, cukup tidak menyakiti [ahimsa].
Dalam perjalanan kehidupan dan kematian, sifat ashura akan banyak mendatangkan kesengsaraan. Karena sudah hukum alam [hukum karma] : kebencian akan mendatangkan kebencian, kemarahan akan mendatangkan kemarahan, dll, dan semua karma buruk lainnya. Dalam kematian juga sama, terutama karena di alam kematian kita menggunakan lapisan badan pikiran kita. Kegelisahan pikiran dalam bentuk emosi-emosi negatif akan sangat menyiksa diri kita sendiri. Sehingga pelindung kehidupan dan kematian yang pertama adalah : DAYADHVAM-bersikap penuh welas asih-. Kalau tidak bisa, cukup tidak menyakiti [ahimsa].
-MANUSIA-
Para manusia punya kebiasaan terikat erat kepada hal-hal duniawi. Sehingga sifat dasar mereka adalah cenderung mementingkan diri sendiri dan serakah. Agar evolusi bathin mereka bisa bergerak dari manusia menjadi dewa, selain DAYADHVAM-bersikap penuh welas asih-, hal kedua yang juga harus mereka praktek-kan secara disiplin dan mendalam adalah : DATTA-penuh kebaikan-. Kebaikan tidak hanya berupa pemberian benda, tapi juga dalam berbagi rasa dan potensi diri, memahami kebutuhan dan perasaan mahluk lain dan bersedia berbagi. Dengan praktek sikap penuh kebaikan, manusia belajar melepaskan, lepas dari keterikatan dan tidak serakah.
Manusia dengan bathin manusia [manu sampad] adalah manusia yang emosi negatifnya lebih sedikit, pada dasarnya tidak tertarik menyakiti, tapi cenderung terikat kepada hal-hal dan benda-benda duniawi, sehingga mementingkan diri sendiri dan serakah. Manusia dengan bathin manusia-pun juga harus berhati-hati. Bukan saja dalam kehidupan ini bathinnya terguncang dan sengsara, tapi di alam kematian-pun akan mengalami hal yang sama. Bisa dipastikan akan balik lagi, terlahir kembali ke dunia ini, karena segala bentuk keterikatan akan membuat kita balik lagi ke dunia ini.
Kalau mau evolusi jiwa bergerak dari bathin manusia menjadi bathin dewa [daiwa sampad], maka hal yang harus dipraktek-kan secara disiplin dan mendalam [selain DAYADHVAM] adalah : DATTA-penuh kebaikan-. Melepaskan banyak keterikatan, baik berupa benda-benda duniawi, hal-hal duniawi, maupun perasaan.
Dalam perjalanan kehidupan dan kematian, sifat manusia juga akan banyak mendatangkan kesengsaraan. Karena sudah hukum alam [hukum karma] : keserakahan akan mendatangkan kebencian, keterikatan akan mendatangkan kegelisahan bathin, dll. Dalam kematian juga sama, terutama karena di alam kematian kita menggunakan lapisan badan pikiran kita. Ketika kita mati, tapi yang kita ingat adalah deposito, sertifikat tanah, mobil, selingkuhan, dll, maka di alam kematian kita akan disiksa oleh kebutuhan akan keduniawian tersebut. Kegelisahan pikiran dalam bentuk kebutuhan akan keduniawian tersebut akan sangat menyiksa diri kita sendiri. Sehingga pelindung kehidupan dan kematian yang kedua adalah : DATTA-penuh kebaikan-. Melepaskan banyak keterikatan, baik berupa benda-benda duniawi, hal-hal duniawi, maupun perasaan.
-DEWA-
Para dewa adalah kelompok mahluk tertinggi dalam evolusi jiwa, lumpur kekotoran bathin mereka sudah bersih. Akan tetapi ini saja tidak cukup untuk menghentikan roda samsara [kelahiran kembali]. Diperlukan bathin yang sadar, tenang-seimbang. Sehingga untuk bisa mengalami pembebasan, yang harus mereka praktek-kan secara disiplin dan mendalam adalah : DAMYATA-menjaga jarak dengan seluruh kecenderungan [hawa nafsu dan keinginan] yang muncul dari badan dan pikiran
Manusia dengan bathin dewa [daiwa sampad] adalah manusia yang lumpur kekotoran bathinnya cenderung sudah bersih. Kalau sudah bisa sampai disini saja sudah sangat bagus, karena evolusi jiwa kita akan sangat pesat kemajuannya. Tapi karena sifat dasar dari pikiran kita yang melompat kesana-kemari, kita belum mengalami bathin yang damai, tenang-seimbang dan tidak berubah. Sehingga belum "sadar" akan realitas absolut, belum terbebaskan dari roda samsara. Ketika mati, kita akan lahir di alam dewa untuk jangka waktu yang lama, tapi roda samsara belum berhenti. Sehingga pelindung kehidupan dan kematian yang ketiga adalah : DAMYATA-menjaga jarak dengan seluruh kecenderungan [hawa nafsu dan keinginan] yang muncul dari badan dan pikiran-.
EMPAT TIANG DHARMA
Sebab kenapa kita berputar-putar terus dalam roda samsara, lahir-tua-sakit-mati lahir-tua-sakit-mati, adalah karena kita bodoh [avidya]. Kita mengira ego [ahamkara / ke-aku-an] itu yang paling berharga, kita mengira harga diri itu yang paling berharga, kita mengira pemuasan badan itu yang paling berharga, kita mengira rumah itu yang paling berharga, kita mengira deposito itu yang paling berharga, kita mengira selingkuh itu yang paling berharga, dll. Janganlah pulang ke "tanah wayah" [alam kematian] dengan "tangan kosong". Karena "tangan kosong" itulah yang menyebabkan kita balik lagi ke kehidupan ini. Sukur-sukur kalau masih bisa lahir jadi manusia lagi dan tidak lahir ke alam-alam bawah atau lahir sebagai binatang.
Ajaran yang disampaikan Prajapati kepada para Devā, Manushyā and Ashura adalah satu huruf DA, yang kemudian diulang tiga kali : Dāmyata, Datta, Dayadhvam [kesadaran, kebaikan dan welas asih]. Kecenderungan emosi negatif [kemarahan, kebencian, iri hati] dilindungi oleh sifat WELAS ASIH, kecenderungan keterikatan duniawi dilindungi oleh sifat PENUH KEBAIKAN dan seluruh kecenderungan badan & pikiran dilindungi oleh KESADARAN.
Dan ketiga DA itu adalah tiang-tiang dharma yang semuanya harus dipraktekkan, karena bukan saja melindungi kita dari karma buruk, melindungi kita dalam kehidupan dan kematian, tapi sekaligus juga sebagai dasar dari jalan menuju tiang dharma yang paripurna [ke-empat], yaitu dharma sebagai keheningan bathin yang sempurna [jivan-mukti].
Rumah Dharma – Hindu Indonesia
Purnama Karo, 26 Juli 2010
sumber :: http://www.facebook.com/rumahdharma
Tidak ada komentar:
Posting Komentar