Mpu Kuturan
Dari adanya lontar Calon Arang dapat diketahui bahwa Mpu Kuturan berasal dari Jawa Timur yaitu di suatu tempat bernama Girah, dan disanalah beliau pernah berkuasa sebagai seorang Raja. Beliau berangkat dan menetap di Bali didorong oleh tiga factor penyebab yaitu:
- Memenuhi permintaan raja suami istri Gunaprya Dharmapatni & Udayana Warmadewa yang bertahta di Bali pada tahun caka 910 sampai dengan 988 atau tahun 988M sampai dengan tahun 1011M, yang memerlukan keahlian beliau dalam bidang adat dan agama untuk merehabilitasi dan mestabilisasi timbulnya ketengangan-ketegangan dalam tubuh masyarakat Bali Aga
- Karena bertentangan dengan istri beliau yang menguasai magic. Sebab itu istri beliau ditinggalkan di Jawa yang dijuluki “Walu Natheng Girah” atau “Rangda Natheng Girah” (jandanya Raja Girah)
- Sebagai bhiksuka atau Sanyasa, beliau lebih mengutamakan ajaran dharma dari pada kepentingan pribadi
- Dari pihak Budha Mahayana diwakili oleh Mpu Kuturan yang juga sebagai ketua sidang
- Dari pihak Ciwa diwakili oleh pemuka Ciwa dari Jawa
- Dari pihak 6 sekte yang pemukanya adalah orang Bali Aga
Dalam rapat majelis tersebut Mpu Kuturan membahas bagaimana
menyederhanakan keagamaan di Bali, yg terdiri dari berbagai aliran.
Tatkala itu semua hadirin setuju untuk menegakkan paham Tri Murti untuk menjadi inti keagamaan di Bali dan yang layak
dianggap sebagai perwujudan atau manifestasi dari Sang Hyang Widhi Wasa.
Konsesus yang tercapai pada waktu itu menjadi keputusan pemerintah
kerajaan, dimana ditetapkan bahwa semua aliran di Bali ditampung dalam
satu wadah yang disebut “Ciwa Budha” sebagai persenyawaan Ciwa dan
Budha. Semenjak itu penganut Ciwa Budha harus mendirikan tiga buah
bangunan suci (pura) untuk memuja Sang Hyang Widhi Wasa dalam
perwujudannya yaitu Pura “Kahyangan Tiga” yang menjadi
lambang persatuan umat Ciwa Budha di Bali.
Di Bali, Salah satu nama Tuhan adalah Sang Hyang Mbang atau Mahasunyi
yang dalam agama Buddha ada istilah Sunyata. Tahun baru di Bali
dirayakan dengan sunyi (sunyata). Di Bali Selatan, ada Pura Sakenan yang
puncak piodalannya jatuh pada Hari Raya Kuningan. Sementara Sakenan
berasal dari kata Sakyamuni. Sakyamuni nama asli Sidartha Gautama.
Mpu Kuturan sendiri adalah pendeta Buddha yang peninggalannya adalah Meru, hasil modifikasi Pagoda umat Buddha.
Pada Abad ke-16, Bali mengalami masa kejayaan di bawah Raja Dalem
Waturenggong. Dalam masa kerajaan itu ada penasihat spiritual yaitu
pendeta Siwa-Buddha. Peninggalannya berupa Padmasana.
Tentang adanya Mpu Kuturan di Bali dapat diketahui dari 7 prasasti peninggalan purbakala, dimana disebutkan bahwa Mpu Kuturan di Bali berpangkat “Senapati”, dan prasasti-prasasti tersebut kini masih terdapat:
Dan menurut salah satu komentar di forum diskusi jaringan hindu nusantara (ref2), adapun sekte - sekte di Bali yang dipersatukan Mpu Kuturan pada waktu pemerintahan Raja Udayana menjadi tiga, yaitu Siwa, Budha, dan Waisnawa. Kesembilan sekte itu adalah:
Tentang adanya Mpu Kuturan di Bali dapat diketahui dari 7 prasasti peninggalan purbakala, dimana disebutkan bahwa Mpu Kuturan di Bali berpangkat “Senapati”, dan prasasti-prasasti tersebut kini masih terdapat:
- Di desa Srai, kecamatan Kintamani, kabupaten daerah tinggkat II Bangli, bertahun Caka 915 atau 993M
- Di desa Batur, kecamatan Kintamani, kabupaten daerah tingkat II Bangli, bertahun caka 933 atau 1011M
- Di desa Sambiran, kecamatan Tejakula kabupaten tingkat II Buleleng, bertahun caka 938 atau 1016M
- Di desa Batuan, kecamatan Sukawati kabupaten tingkat II Gianyar bertahun caka 944 (1022M)
- Di desa Ujung Kabupatendaerah tingkat II Karangasem bertahun caka 962 (1040M)
- Di Pura Kehen Bangli, kabupaten tingkat II Bangli, karena sudah rusak tidak tampak tahunnya
- Di desa Buahan, kecamatan Kintamani, kabupaten daerah tingkat II Bangli bertahun caka 947 (1025M)
Dan menurut salah satu komentar di forum diskusi jaringan hindu nusantara (ref2), adapun sekte - sekte di Bali yang dipersatukan Mpu Kuturan pada waktu pemerintahan Raja Udayana menjadi tiga, yaitu Siwa, Budha, dan Waisnawa. Kesembilan sekte itu adalah:
- Brahmana.
- Bodha atau Sogatha.
- Bhairawa
- Ganapatya
- Pasupata.
- Rsi.
- Sora
- Waisnawa
- Siwa Sidantha
Merupakan salah satu dari Panca Pandita yang tiba di Bali pada hari Rabu Kliwon wuku pahang, maduraksa (tanggal ping 6), candra sengkala agni suku babahan atau tahun caka 923 (1001M) yang berkaitan dengan Siwa Buddha yang ada di Bali, selanjutnya berparhyangan di Pura Silayukti (Padang).
Dari adanya lontar Calon Arang dapat diketahui bahwa Mpu Kuturan berasal dari Jawa Timur yaitu di suatu tempat bernama Girah, dan disanalah beliau pernah berkuasa sebagai seorang Raja. Beliau berangkat dan menetap di Bali didorong oleh tiga factor penyebab yaitu:
- Memenuhi permintaan raja suami istri Gunaprya Dharmapatni & Udayana Warmadewa yang bertahta di Bali pada tahun caka 910 sampai dengan 988 atau tahun 988M sampai dengan tahun 1011M, yang memerlukan keahlian beliau dalam bidang adat dan agama untuk merehabilitasi dan mestabilisasi timbulnya ketengangan-ketegangan dalam tubuh masyarakat Bali Aga
- Karena bertentangan dengan istri beliau yang menguasai magic. Sebab itu istri beliau ditinggalkan di Jawa yang dijuluki “Walu Natheng Girah” atau “Rangda Natheng Girah” (jandanya Raja Girah)
- Sebagai bhiksuka atau Sanyasa, beliau lebih mengutamakan ajaran dharma dari pada kepentingan pribadi
- Dari pihak Budha Mahayana diwakili oleh Mpu Kuturan yang juga sebagai ketua sidang
- Dari pihak Ciwa diwakili oleh pemuka Ciwa dari Jawa
- Dari pihak 6 sekte yang pemukanya adalah orang Bali Aga
Dalam rapat majelis tersebut Mpu Kuturan membahas bagaimana
menyederhanakan keagamaan di Bali, yg terdiri dari berbagai aliran.
Tatkala itu semua hadirin setuju untuk menegakkan paham Tri Murti untuk menjadi inti keagamaan di Bali dan yang layak
dianggap sebagai perwujudan atau manifestasi dari Sang Hyang Widhi Wasa.
Konsesus yang tercapai pada waktu itu menjadi keputusan pemerintah
kerajaan, dimana ditetapkan bahwa semua aliran di Bali ditampung dalam
satu wadah yang disebut “Ciwa Budha” sebagai persenyawaan Ciwa dan
Budha. Semenjak itu penganut Ciwa Budha harus mendirikan tiga buah
bangunan suci (pura) untuk memuja Sang Hyang Widhi Wasa dalam
perwujudannya yaitu Pura “Kahyangan Tiga” yang menjadi
lambang persatuan umat Ciwa Budha di Bali.
Di Bali, Salah satu nama Tuhan adalah Sang Hyang Mbang atau Mahasunyi
yang dalam agama Buddha ada istilah Sunyata. Tahun baru di Bali
dirayakan dengan sunyi (sunyata). Di Bali Selatan, ada Pura Sakenan yang
puncak piodalannya jatuh pada Hari Raya Kuningan. Sementara Sakenan
berasal dari kata Sakyamuni. Sakyamuni nama asli Sidartha Gautama.
Mpu Kuturan sendiri adalah pendeta Buddha yang peninggalannya adalah Meru, hasil modifikasi Pagoda umat Buddha.
Pada Abad ke-16, Bali mengalami masa kejayaan di bawah Raja Dalem
Waturenggong. Dalam masa kerajaan itu ada penasihat spiritual yaitu
pendeta Siwa-Buddha. Peninggalannya berupa Padmasana.
Tentang adanya Mpu Kuturan di Bali dapat diketahui dari 7 prasasti peninggalan purbakala, dimana disebutkan bahwa Mpu Kuturan di Bali berpangkat “Senapati”, dan prasasti-prasasti tersebut kini masih terdapat:
Dan menurut salah satu komentar di forum diskusi jaringan hindu nusantara (ref2), adapun sekte - sekte di Bali yang dipersatukan Mpu Kuturan pada waktu pemerintahan Raja Udayana menjadi tiga, yaitu Siwa, Budha, dan Waisnawa. Kesembilan sekte itu adalah:
Tentang adanya Mpu Kuturan di Bali dapat diketahui dari 7 prasasti peninggalan purbakala, dimana disebutkan bahwa Mpu Kuturan di Bali berpangkat “Senapati”, dan prasasti-prasasti tersebut kini masih terdapat:
- Di desa Srai, kecamatan Kintamani, kabupaten daerah tinggkat II Bangli, bertahun Caka 915 atau 993M
- Di desa Batur, kecamatan Kintamani, kabupaten daerah tingkat II Bangli, bertahun caka 933 atau 1011M
- Di desa Sambiran, kecamatan Tejakula kabupaten tingkat II Buleleng, bertahun caka 938 atau 1016M
- Di desa Batuan, kecamatan Sukawati kabupaten tingkat II Gianyar bertahun caka 944 (1022M)
- Di desa Ujung Kabupatendaerah tingkat II Karangasem bertahun caka 962 (1040M)
- Di Pura Kehen Bangli, kabupaten tingkat II Bangli, karena sudah rusak tidak tampak tahunnya
- Di desa Buahan, kecamatan Kintamani, kabupaten daerah tingkat II Bangli bertahun caka 947 (1025M)
Dan menurut salah satu komentar di forum diskusi jaringan hindu nusantara (ref2), adapun sekte - sekte di Bali yang dipersatukan Mpu Kuturan pada waktu pemerintahan Raja Udayana menjadi tiga, yaitu Siwa, Budha, dan Waisnawa. Kesembilan sekte itu adalah:
- Brahmana.
- Bodha atau Sogatha.
- Bhairawa
- Ganapatya
- Pasupata.
- Rsi.
- Sora
- Waisnawa
- Siwa Sidantha
Suksma ...sangat bermanfaat
BalasHapus