Dunia ini penuh dengan konflik. Kemarahan, kebencian, kesalahpahaman, terorisme, perceraian, perampokan, persaingan, perkelahian, berebut kebenaran [ingin disebut paling benar dan paling suci] dan peperangan ada dimana-mana.
Para pemimpin yang diharapkan bisa mengurangi semua ini, ternyata sebagian besar malah memperumit keadaan dan kemudian memicu konflik-konflik baru. Agama yang disebut sebagai satu-satunya jalan keluar juga sama saja. Ia yang diharapkan bisa menjadi penyejuk dan peneduh, pada banyak kasus malah menjadi sumber pembenaran dari kesombongan, kebencian dan kekerasan.
Ini adalah pertanda, kita tidak punya banyak harapan keselamatan yang datang dari “luar” dan hanya punya satu sumber keselamatan, yaitu dari “dalam diri” kita sendiri. Dan salah satu tempat berlindung yang sejuk dan terang di dalam diri kita sendiri adalah : KEBAIKAN.
DASAR-DASAR SIFAT KEBAIKAN DI DALAM DIRI
Sifat-sifat kebaikan sebenarnya adalah salah satu sifat alamiah kita sendiri, dalam artian sudah ada di dalam diri kita sendiri. Hanya saja, karena faktor ahamkara [ego] dan sad ripu [enam kegelapan bathin] kita sering melupakannya.
Dalam setiap tahap di dalam hidup kita, selalu terdapat energi kebaikan. Di awal hidup kita, kita sudah disalurkan energi kebaikan. Dimulai dari dalam kandungan hingga dilahirkan, tidak henti-hentinya orang tua kita mencurahkan kasih sayang untuk kita. Di awal kehidupan –waktu masih bayi-, kita tidak berdaya dan sepenuhnya bergantung kepada kebaikan orang lain [orang tua kita]. Tanpa kebaikan orang tua kita, kita akan mati. Kelak di akhir kehidupan, lagi-lagi kita harus sepenuhnya bergantung kepada kebaikan orang lain [untuk dibuatkan upakara kremasi / pemakaman]. Dan bila diantara kelahiran dan kematian kita lupa mengisinya dengan kebaikan, itu berarti kita telah gagal membayar hutang karma kebaikan.
Sejatinya hidup kita, seluruh eksistensi kita sebagai mahluk, dipenuhi oleh kebaikan orang lain dan mahluk lain. Sehingga dalam hidup kita tidak punya pilihan lain, selain hidup penuh welas asih kepada semua mahluk dalam setiap kesempatan yang ada.
Ini adalah svadharma [tugas kehidupan] kita semua, bagaimana di dalam keseharian kita [di rumah, di jalan, di kantor, dll] semuanya secara bijaksana dijadikan kesempatan-kesempatan untuk melakukan kebaikan. Sekarang tergantung diri kita sendiri, bagaimana kita membangkitkannya. Akan baik sekali bila mulai bangun tidur sampai dengan tidur lagi, kita “sadar” dengan sifat alamiah kebaikan di dalam diri kita sendiri. Ketemu siapa saja, gunakan sebagai kesempatan untuk berbuat baik.
Inti kebaikan itu adalah membantu orang lain atau membuat orang lain merasa lebih bahagia atau senang. Wujud kebaikan bisa dalam hal yang sangat kecil, misalnya kita melihat ada sampah tidak dibuang di tong sampah, kita bantu masukkan ke tong sampah. Atau ada keran yang airnya sudah penuh dan melimpah, kita bantu matikan. Atau tersenyum ramah kepada orang lain, itu juga suatu bentuk kebaikan. Kelihatannya sepele, tapi itu adalah bagian dari mendidik diri untuk penuh dengan kebaikan.
Sehingga setiap kali ada yang memerlukan uluran tangan kita atau kita bisa membuat mereka sedikit lebih bahagia atau senang, katakan ke diri sendiri : KESEMPATAN MEMBANTU ITU SEDIKIT, JARANG KITA BISA MEMILIKINYA, JADI LAKUKANLAH.
DUA JENIS KEBAIKAN
Semua hal di dunia ini, baik-buruk, benar-salah, suci-kotor, bisa berujung menjadi madu kehidupan atau dia juga bisa menjadi racun kehidupan. Kebaikan juga sama, dia bisa menjadi awal kesucian atau dia juga bisa menjadi racun kehidupan bila kita melakukannya dengan pamrih. Sehingga secara mendasar ada dua jenis kebaikan :
1. Kebaikan dengan pamrih.
Tidak mengatakan kebaikan dengan pamrih itu salah. Tapi bagi yang ingin "pergi jauh" di dalam perjalanan spiritual, tidak disarankan melakukan kebaikan dengan pamrih, sebab kebaikan dengan pamrih membuat bathin kita menjadi kotor dan mudah berguncang. Kalau pamrihnya tidak kita dapatkan, kita marah dan ujung-ujungnya menderita.
2. Kebaikan tanpa pamrih.
Lakukan kebaikan, lalu lupakan, itulah kebaikan tanpa pamrih. Dan jenis kebaikan ini bukan saja membuat orang lain bahagia, tapi juga sekaligus menerangi bathin kita sendiri.
KEBIJAKSANAAN DALAM KEBAIKAN
Ada kebaikan terbatas, ada kebaikan yang tidak terbatas. Tuhan itu tidak terbatas. Kalau kita mau mendekati sifat-sifat Tuhan, kita harus masuk ke wilayah-wilayah yang juga tidak terbatas.
Ada dua macam kebaikan tidak terbatas :
1. Kebaikan tidak terbatas yang dilakukan oleh orang bodoh.
- Kita melakukan kebaikan dalam konteks yang "tidak terbatas". Sampai-sampai hal ini mengakibatkan diri kita menjadi bangkrut atau mengalami penderitaan. Tapi kemudian kita menangisinya, merasa malu atau bahkan menyesal. Itu namanya kebodohan.
Kalau kita belum mampu melakukan kebaikan tanpa batas, lakukan dengan bijaksana, lakukan kebaikan sebatas kita punya. Bantulah sebatas kita mampu. Bantulah sejauh tidak membuat diri kita bangkrut atau menderita.
Penting untuk dicatat, ketika kita TIDAK MAMPU untuk melakukan kebaikan, CUKUP JANGAN MENYAKITI [Ahimsa].
2. Kebaikan tidak terbatas yang dilakukan oleh orang suci.
- Kita melakukan kebaikan dalam konteks yang "tidak terbatas". Tapi kita sepenuhnya sadar kita sedang mendekati sifat-sifat Paramaatman yang juga tidak terbatas.
Ada sebagian orang-orang yang memang tingkat kesucian bathin-nya bagus sekali. Tidak takut bangkrut, tidak takut menderita. Sebab kesempatan membantu itu sedikit, jarang ada yang memilikinya, jadi dilakukan saja. Sehingga kalau nanti konsekuensinya bangkrut atau menderita, tidak apa-apa.
Seperti kisah para yogi yang begitu intens melakukan kebaikan. Konsepnya : kalau saya bangkrut dan kemudian tidak ada yang mau memberi saya makan, saya akan cari makan seperti tikus, saya akan cari makan seperti burung. Tikus dan burung tidak pernah sekolah, tidak pernah belajar dharma, tapi mereka tetap bisa hidup dan mencari makan sendiri.
Di dalam melakukan kebaikan tidak terbatas, kalau yakin membantu seperti orang suci, lakukan. Tapi kalau kita melakukannya dalam kebodohan, sebaiknya jangan.
KEBAIKAN TIDAK SELALU DIBALAS DENGAN KEBAIKAN
Kebaikan yang kita lakukan tidak selalu mendapat respon berupa kebaikan. Kadang-kadang malah kebaikan dibalas dengan kejahatan. Dan ini adalah hukum alam. Seperti kalau kita menanam rumput jepang di halaman rumah kita, tidak semuanya tumbuh rumput jepang, ada juga ikut tumbuh rumput liar dan tanaman liar. Dan kita musti selalu sadar dengan hukum alam ini. Apapun yang terjadi, terimalah dengan senyuman damai.
Kebaikan kadang diikuti oleh nasib buruk, tapi nasib buruk bukan alasan untuk menghentikan kebaikan. Terutama karena perjalanan menuju penerangan dan pembebasan memerlukan dua syarat, tabungan karma baik yang berlimpah serta kebijaksanaan yang mendalam. Sehingga selalulah ingat dan jangan pernah ragu, setiap kali ada yang memerlukan uluran tangan kita atau setiap kali kita bisa membuat orang lain lebih bahagia, lega, terhibur atau senang, lakukanlah tanpa sedikitpun keraguan.
JADILAH SURYA BAGI DUNIA
Palinggih utama kita di rumah-rumah secara tradisional disebut "Surya" [sebutan lain : Padmasana]. Surya [matahari] adalah satu-satunya simbolik alam yang boleh mewakili Dewa Shiva [disebut : Surya Raditya]. Karena matahari adalah sebuah simbolik alam yang agung, dia menyinari semua tanpa memilih-milih : mau orang baik, mau orang jahat, mau bunga yang harum, mau kotoran sapi, mau tempat suci, mau tempat sampah yang busuk, dll, semua disinari secara sama tanpa syarat. Kebaikan itu indah. Sebab kebaikan bukan saja membuat orang lain bahagia, tapi juga membuat bathin kita sendiri tambah terang benderang. Umumnya sebagian besar orang serius sekali kalau sembahyang di palinggih Surya. Tapi orang-orang yang rajin melakukan kebaikan dalam hidupnya, dia laksana cahaya yang menerangi dan dia sendiri telah menjadi Surya bagi dunia.
Rumah Dharma – Hindu Indonesia
30 Juni 2010
sumber ::http://www.facebook.com/rumahdharma
Tidak ada komentar:
Posting Komentar