Kamis, 07 Juni 2012

Masa Pemerintahan Maharaja Parikshit

                                      Bab 15 - Masa Pemerintahan Maharaja Parikshit

Pandawa berjalan terus dengan pandangan lurus ke depan, menanti saat robohnya tubuh mereka karena kelelahan, dan kematian menyelesaikan karir mereka di dunia. Hati mereka penuh pada emosi yang berkisar pada Sri Krishna, permainan dan senda gurau Beliau; mereka tidak mempunyai pikiran atau perasaan yang lain.

Draupadi, permaisuri mereka, menyeret dirinya hingga agak jauh, tetapi ia menjadi terlalu lemah untuk melanjutkan perjalanan. Ketika ia berseru memanggil-manggil dan memohon, junjungannya tidak berpaling. Draupadi yang sangat cerdas dan berbakti segera sadar bahwa Pandawa bersaudara sedang melakukan nazar yang amat keras dan berat; ia mengerti bahwa ikatan yang
menghubungkan dirinya dengan mereka selama ini telah lepas dan ia harus menghadapi ajalnya. Draupadi jatuh pingsan; ia menghembuskan napas terakhir dengan pikiran terpusat pada Krishna.

Pandawa bersaudara pun berjalan terus dengan disiplin yang ketat dan satu demi satu menemui ajalnya pada waktu dan tempat yang telah ditakdirkan bagi mereka masing-masing untuk meninggalkan raganya. Tubuh mereka menjadi debu, tetapi jiwanya manunggal dengan Krishna. Mereka mencapai kekekalan, lebur dalam hakikat Krishna yang abadi.

Dari takhta kemaharajaan Bharat, Parikshit memerintah wilayah kekuasaannya dengan mengikuti prinsip-prinsip keadilan dan moralitas. Ia membantu mengembangkan kesejahteraan rakyatnya dengan penuh kasih dan mengayomi serta menjaga mereka dari bahaya dengan perhatian dan kasih sayang kebapakan. Apapun tugas yang akan dilaksanakannya, Parikshit tidak akan maju
selangkahpun tanpa mengingat Sri Krishna serta kakek-kakeknya dan berdoa agar mereka memberkatinya dengan keberhasilan. Ia berdoa kepada mereka setiap pagi dan sore, mohon agar dibimbing mengikuti jalan kebajikan yang benar. Ia merasa seakan-akan ia adalah jantung rakyatnya dan mereka adalah tubuhnya.



Di seluruh kemaharajaan, angin pun enggan mengubah letak barang apa saja karena takut terlibat dalam pencurian. Sedikitpun tidak ada rasa khawatir akan maling. Dalam kerajaannya juga tidak terdapat ketidakadilan, pelanggaran susila, atau orang yang mempunyai niat jahat. Kerajaannya menjadi amat tersohor karena hal itu. Jika ada tanda-tanda kejahatan semacam itu, walaupun ringan sekali, Parikshit mengatasinya dengan hukuman yang sangat
berat dan langkah-langkah pencegahan yang tegas untuk memberantasnya. Karena darma dipelihara dengan penuh kasih dan hormat, alam pun bersikap ramah; hujan datang pada waktunya, tanaman di ladang tumbuh subur dan hasilnya melimpah; lumbung-lumbung terisi penuh; rakyatpun senang, bahagia dan tidak merasa takut.

Ketika Parikshit bertakhta memerintah kemaharajaannya dengan penuh perhatian para menteri dan guru spiritual yang merupakan penasihat serta pembimbing dinasti itu mengadakan perundingan lalu memutuskan bahwa mereka harus menghadap raja dengan saran agar beliau memasuki tahap hidup berumah tangga dan menikah. Demikianlah permohonan yang mereka ajukan. Ketika mereka mendapati bahwa beliau setuju, mereka menemui paman dari pihak ibu beliau yaitu Raja Uttara dari keluarga kerajaan Virata, untuk meminang putrinya. Para brahmin yang mereka kirim ke Virata kembali dengan kabar gembira bahwa Raja Uttara menerima pinangan itu dengan senang hati. Para pendeta menentukan hari serta jam yang baik dan pernikahan Parikshit dengan Iravati, putri Raja Uttara, dirayakan secara besar-besaran dan meriah.

Ratu Iravati adalah sadhvimani agung ‘permata di antara para wanita yang baik’. Ia sangat mencintai kebenaran dan penuh bakti kepada suaminya. Jika
ia mendengar bahwa dalam kerajaannya ada orang yang menderita musibah, hatinya amat pedih seakan-akan ia sendirilah yang mengalami malapetaka. Ia bergaul dengan para wanita di ibukota dan berusaha mengetahui aspirasi serta prestasi mereka. Ia membesarkan hati dan menghibur mereka. Dibantunya meningkatkan sifat-sifat baik dalam diri mereka dengan petuah dan teladan; didirikannya berbagai lembaga untuk membina dan melindungi watak yang baik. Ia bersedia menerima wanita dari segala lapisan masyarakat yang datang
menemuinya karena ia tidak mempunyai kesombongan yang keliru. Diperlakukannya setiap orang dengan hormat; ia bagaikan dewi ketabahan dan kedermawanan. Setiap orang memujinya sebagai Dewi Annapurna (dewi penganugrah makanan) dalam wujud manusia.

Dalam masa pemerintahan raja dan ratu ini, pria serta wanita hidup damai dan sejahtera, tidak menderita kekurangan. Parikshit juga menyelenggarakan berbagai upacara dan yadnya sesuai dengan petunjuk Weda untuk kesejahteraan umat manusia. Ia menyelenggarakan pemujaan dalam pura dan berbagai tempat ibadah yang memuja Tuhan dalam aneka nama Beliau. Dengan cara ini serta berbacai cara lainnya kepercayaan kepada Tuhan dan kasih kepada sesama manusia ditanamkan dalam hati rakyatnya. Diusahakannya berbagai langkah untuk menjamin kedamaian dan keharmonisan di antara kaum bijak serta orang-orang suci yang hidup sebagai pertapa di hutan. Dijaganya mereka yang menyepi dalam pertapaan di hutan dari gangguan manusia serta binatang buas. Diimbaunya mereka agar menyelami batin mereka sendiri dan menemukan hukum-hukum pengendalian diri. Dipimpinnya sendiri langkah-langkah yang diambil untuk menjamin keselamatan dan keamanan mereka.

Demikianlah Parikshit dan Iravati memerintah kemaharajaan mereka bagaikan Iswara dan Parvati yang memerintah alam semesta bak orang tua yang penuh
perhatian dan kasih sayang.

Tak lama kemudia tersebarlah kabar diantara para wanita bahwa ratu sedang mengandung dan kabar itu dibenarkan. Rakyat berdoa di ruang doa rumah mereka
dan tempat-tempat ibadat umum agar Tuhan memberkati Sang Ratu dengan putra yang memiliki segala sifat baik dan watak yang kuat, yang akan mengikuti dharma dengan teguh dan berani, serta berumur panjang. Pada masa itu rakyat demikian mencintai rajanya sehingga mereka rela mengorbankan kesenangan-kesenangannya sendiri untuk menyenangkan beliau; raja pun mencintai dan menjaga mereka bagaikan biji matanya.

Parikhsit melihat dan mendengar kegembiraan rakyat yang mengharapkan kedatangan seorang putera sebagai penerus dinasti. Air mata kebahagiaan merebak ketika ia menyadari betapa besar kasih sayang rakyat kepadanya. Ia merasa bahwa cinta kasih itu timbul karena jasa para kakeknya serta rahmat Sri Krishna.

Parikshit tidak menyimpang dari tekadnya untuk mengabdi pada kepentingan rakyat. Dikesampingkannya rasa suka tidak suka demi tugas yang agung ini. Dianggapnya rakyat sebagai anak-anaknya sendiri. Ikatan yang merangkum raja dan rakyat bersama dalam hubungan yang erat dan penuh kasih ini benar-benar
bersifat luhur dan suci. Karena itu rakyatnya sering berkata bahwa mereka lebih menyukai kerajaan Parikshit daripada surga.

Sementara itu pada suat hari baik, lahirlah seorang putera, dan seluruh negeri dipenuhi dengan sukacita yang tidak terlukiskan. Kaum bijak, cendikiawan, dan negarawan mengirimkan ucapan selamat, doa restu, dan
harapan baik kepada sang raja. Mereka menyatakan bahwa cahaya baru telah terbit di kerajaan ini. Para ahli astrologi memeriksa buku-buku mereka dan memperhitungkan peruntungan si anak; mereka menyatakan bahwa anak itu akan memperbesar kemuliaan dinasti, makin mengharumkan nama ayahnya, dan memperoleh kasih serta hormat dari rakyatnya.

Parikshit mengundang guru keluarga ke istana dan juga berkonsultasi dengan para pendeta brahmin untuk menentukan hari baik guna melangsungkan upacara
pemberian nama anak itu. Dalam upacara pemberian nama yang dirayakan dan diselenggarakan dengan seksama, anak itu dinamai Janamejaya. Atas saran Kripacharya, tokoh senior diantara penasehat raja, para brahmin yang hadir dianugerahi berbagai hadiah berharga. Banyak sekali sapi yang tanduk dan kukunya dihiasi dengan perhiasan emas, diberikan sebagai hadiah. Semua orang yang datang diberi makanan mewah selama beberapa hari. Ketika Dharmaraja pergi menempuh perjalanan terakhir, ia telah mempercayakan anak laki-laki kecil yang duduk di takhta itu kepada Kripacharya. Sebagai wali sejati, Kripa menjadi penasehat raja muda dan melatihnya dengan keahlian tata negara. Sementara Parikhsit tumbuh dewasa, ketergantungan ini lebih
membuahkan hasil; sebagai raja ia jarang menyimpang dari petunjuk Kripacharya; ia selalu meminta petunjuk dan mengikutinya dengan penuh hormat dan penuh kepercayaan. Karena itu kaum bijak dan para pertapa di kerajaan itu mendoakan agar ia sehat serta panjang umur, mereka memuji-muji kebahagiaan rakyat serta perhatian penguasa pada kesejahteraan segenap
penduduknya.

Parikshit menjadi maharaja dan semua penguasa di dunia tunduk kepadanya karena ia mendapat restu para mahatma, nasihat tokoh-tokoh bijaksana, dan rahmat Tuhan. Setalah melakukan kampanye penaklukan yang lama, ia berkemah di tepi Sungai Gangga dan sebagai tanda kemenangan, ia menyelenggarakan tiga upacara pengurbanan kuda dengan mengikuti semua ritual yang telah ditentukan. Kemasyhurannya tersebar tidak hanya diseluruh pelosok India, tetapi bahkan jauh melampaui batasan negeri ini. Setiap orang menyatakan bahwa ia adalah permata yang mulia dalam keluarga kerajaan Bharata. Tidak ada negara yang tidak takluk pada kekuasaannya; tidak ada raja yang tidak berhasil
diperintahnya. Ia tidak perlu memimpin pasukannya untuk menundukkan bangsa atau penguasa mana saja; semua dengan senang hati tunduk dan hormat kepadanya. Ia adalah penguasa segala negara dan segala bangsa.

Dengan berakhirnya jaman Krishna, semangat kekejian dan kekejaman yang dikenal dengan nama Kali pun mulai masuk dan kadang-kadang menebarkan pengaruhnya yang beracun, tetapi Parikshit selalu waspada. Diambilnya
langkah dan tindakan untuk menetralkan strategi serta akal bulusnya. Ia berusaha menemukan jejak para kakeknya di seluruh wilayah kerajaannya, dalam
berbagai perbaikan yang mereka lakukan dan lembaga-lembaga yang mereka dirikan. Bila timbul kesempatan, diingatkannya rakyatnya akan kemuliaan serta aspirasi mereka; diceritakannya kepada mereka tentang Sri Krishna dan rahmat serta belas kasih Beliau. Ia menitikan air mata dan syukur bila mengisahkan hal ini kepada mereka. Ia sangat merindukan kesempatan yang
tidak dimilikinya lagi, yaitu didampingi oleh Pandawa bersaudara dan Sri Krishna.

Ia tahu bahwa Kali (semangat kejahatan) telah merasuki kerajaannya dan berusaha menguatkan cengkeramannya pada pikiran serta perasaan manusia. Bila Parikshit melihat kegiatan Kali ini, ia menyelidiki kegiatan yang memudahkan perkembangannya, lalu dengan kerja sama aktif para guru dan sesepuhnya, ia menetapkan undang-undang khusus untuk menetralkan kecenderungan yang ditimbulkan oleh Kali. Ketika para sesepuh menasihatinya bahwa tindakan pencegahan semacam itu hanya perlu dilakukan jika kejahatan muncul sebagai
kriminalitas, Parikshit tidak mendukung pendapat itu. Ia mengutamakan kewaspadaan yang lebih besar. Ia ingin memimpin dan menjadi teladan bagi rakyatnya. “Yathaa raaja, tathaa prajaa, sebagaimana rajanya, demikianlah
rakyatnya begitu kata peribahasa,” ujarnya. Ia menyatakan bahwa Kali atau kejahatan hanya dapat berpengaruh bila penguasanya tidak cakap, bila rakyat
kehilangan rasa percaya diri, dan bila rahmat Tuhan sudah tidak lagi melimpah. Ketiga hal ini merupakan faktor-faktor yang membantu perkembangan rencana Kali. Tanpa hal-hal tersebut, manusia tidak dapat menjadi korban tipu muslihatnya. Menyadari hal ini, Parikshit mengelilingi kerajaannya siang dan malam berusaha mengusir Kali dari tempat persembunyiannya. Dengan
kata lain, ia berusaha agar tidak ada peluang bagi ketidakadilan, paksaan, sifat-sifat jahat, ketidakjujuran, dan kekerasan; rencana pencegahan yang
dilakukannya ini membawa hasil. Kerajaannya demikian damai sehingga ia berhasil memperluas kekuasaannya sampai ke tempat-tempat yang amat jauh seperti walayah Bhadraswa, Kethamala, Uttarakuru, dan Kimpurusha.


sumber :: http://www.parisada.org

Tidak ada komentar:

Posting Komentar