Rabu, 06 Juni 2012

Kumbakarna dan Wibisana

Kumbakarna dan Wibisana

Kumbakarna
Satu cerita tentang kebenaran dan sebuah pilihan, antara kakak beradik Arya Kumbakarna dan Gunawan Wibisana dari kerajaan Alengka. Alkisah pada wiracarita Ramayana, Kumbakarna dan Wibisana ini adalah saudara kandung Rahwana, sang raja Alengka. Masih ada satu orang saudara wanita bernama Sarpakenaka. Rahwana, Kumbakarna dan Sarpakenaka berwujud raksasa sedangkan Wibisana berwujud manusia. Karena pengetahuan dan kebijaksanaannya, Rahwana menjadikan Wibisana sebagai penasihat utama kerajaan.
Suatu hari Rahwana jatuh cinta pada Sinta, permaisuri Rama, raja Ayodya. Dia berusaha dengan segala macam cara untuk mendapatkan Sinta, hingga suatu hari dia menyamar menjadi seekor rusa, menyelinap ke hutan di kerajaan Ayodya dan menculik Sinta. Ia ditaruh di istana milik Wibisana, ditemani oleh Trijatha, putri Wibisana.



Rama yang marah karena istrinya diculik, mengirim Hanoman untuk memata-matai negara Alengka. Ia berhasil masuk dan menemukan Sinta dalam kondisi yang menyedihkan karena merasa tidak bahagia (ya siapa juga yang ditawan malah bahagia). Sebelum kembali ke Ayodya, Hanoman membuat keributan dengan membakar istana Alengka.



Singkat cerita, perang antara Ayodya dan Alengka pun dimulai. Rama menyiapkan kekuatan yang dipimpin oleh Hanoman. Rahwana dengan berapi-api menyiapkan pasukan untuk menyerang Ayodya. Di awal peperangan, Sarpakenaka terbunuh oleh Hanoman yang mencabut kuku saktinya dan kemudian Surawijaya menghabisi nyawanya dengan panah. Melihat satu persatu pahlawan perang Alengka berguguran oleh pasukan kera Rama, Kumbakarna dibangunkan dari tidurnya oleh Indrajit dengan mencabut salah satu bulu betisnya. FYI Kumbakarna kalau tidur bisa berhari-hari bahkan berbulan-bulan tanpa makan.
Kumbakarna segera tanggap melihat negaranya diserang oleh Ayodya kemudian bersiap-siap untuk bergabung dalam peperangan. Namun ia melihat bahwa peperangan itu terjadi karena Ayodya sedang berusaha menyelamatkan Sinta yang diculik oleh kakaknya. Ia mencoba merayu kakaknya, Rahwana, untuk mengembalikan Sinta kepada suaminya. Sudah bisa diduga, Rahwana menolak. Awalnya ia tak mau ikut dalam peperangan karena ia tahu kakaknya bersalah, namun ia tidak tahan melihat negaranya diserang.
Wibisana, di sisi lain melihat hal yang sama namun mengambil langkah yang berbeda. Ia memutuskan untuk meninggalkan Alengka dan pergi ke Ayodya, berperang untuk Rama melawan Alengka.
Kumbakarna kepada adiknya, Wibisana : “Bagi kanda Rahwana engkau pengkhianat, tapi bagiku engkau punya alasan kuat dengan memilih jalan kebenaran. Dengan teguh engkau menjunjung kebenaran, meski untuk itu engkau harus menyeberang ke pihak lawan. Sama seperti dirimu, aku pun punya alasan yang benar untuk maju melawan musuh Alengka.”
Epos ini sering dipilih untuk menggambarkan nasionalisme, entah nasionalisme teritoris seperti yang dimiliki oleh Kumbakarna (right or wrong, it’s my country) atau nasionalisme universalis seperti yang dimiliki oleh Wibisana, yang melihat kebenaran sebagai sesuatu yang absolut. Mengenai yang mana yang benar, saya tidak berani menghakimi. Mereka punya alasan yang kuat untuk memilih jalannya masing-masing, dan melakukan pilihannya dengan segenap hati. Siapa yang pahlawan? Dua-duanya.

Di akhir cerita, Kumbakarna dikalahkan oleh Rama setelah kaki dan tangannya diputus, kemudian akhirnya kepalanya dipanah hingga terpisah dari tubuhnya dan gugurlah Kumbakarna. Sebelum meninggal, Kumbakarna ditemui oleh adiknya, Wibisana yang menangis dan bersimpuh di atas tubuh kakaknya. Ia berpesan kepada Wibisana agar terus mengabdi kepada Sri Rama, dan menitipkan adiknya pada Sri Rama.
Pada hari Kumbakarna gugur, Rama mengadakan gencatan senjata sebagai wujud penghormatan atas keberaniannya.

sumber : http://ceritadewata.blogspot.com/2012/02/kumbakarna-dan-wibisana.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar