Ditulis oleh Jero Mangku Pasek Mukti Murwo Kuncoro | |
Dasar-dasar paham Tantra timbul sebelum bangsa Arya datang di India dan
merupakan kepercayaan India kuno. Pada peradaban lembah sungai Sindhu,
dasar-dasar paham Tantra ini telah terlihat, yaitu dalam bentuk pemujaan
Dewi Ibu atau Dewi Kemakmuran. Pada salah satu sloka lagu pujaan, sakti
digambarkan sebagai penjelmaan kekuatan, penyokong alam semesta,
sehingga dengan demikian ‘Saktiisme” sama dengan ‘Kalaisme’. Hubungan antara konsepsi dewi dari dewi itu munculah saktiisme, yaitu suatu paham yang mengkhususkan pemujaan kepada sakti, yang merupakan suatu kekuatan dari para dewa. Pemuja sakti ini disebut dengan sakta atau sekte. Turunnya Dewi Durga ke bumi pada jaman kali untuk menyelamatkan dunia dari kehancuran moral dan prilaku. Dalam masa peperangan antara suku bangsa arya dan non arya, lahirlah seorang Agung bernama Sadashiva, artinya dia yang selalu terserap dalam kesadaran dan dia yang bersumpah satu-satunya, dengan kehadirannya bahwa misinya hanyalah untuk memajukan kesejahteraan menyeluruh semua kehidupan. Sadashiva dikenal juga sebagai Shiva, adalah seorang guru rohani yang istimewa. Meskipun ajaran Tantra sudah dipraktekan sejak sebelum kelahirannya, namun beliaulah yang pertama kali mengungkapkan perkara rohani secara sistimatis bagi umat manusia. Bukan saja Beliau adalah seorang guru spiritual, namun Beliau juga pelopor sistim musik dan tari-tarian. Oleh karena itu Beliau terkadang dikenal pula sebagai Nataraja (Tuhan penata tari). Sumbangan terbesar dari Shiva adalah pada kelahiran peradaban yang baru, juga pengenalan konsep dharma. Dharma adalah suatu kata sangsekerta yang berarti; sifat dari sananya, milik sesuatu hal. Apakah yang menjadi sifat alamiah dan kekhasan manusia? Shiva menerangkan, bahwa manusia selalu menginginkan lebih, lebih daripada kenikmatan yang diperoleh dari kepuasan indrawi. Beliau mengatakan bahwa manusia berbeda dengan tanaman dan binatang karena apa yang sangat diinginkan oleh manusia adalah kedamaian mutlak. Itu adalah tujuan manusia, dan ajaran Shiva ditujukan untuk memberdayakan manusia untuk mencapai tujuan itu. Ajaran Shiva disampaikan dari mulut ke mulut, dan baru dikemudian waktu dituliskan ke dalam bentuk buku. Istri Shiva adalah Parvati, sering bertanya pada Beliau mengenai berbagai pengetahuan rohani. Shiva memberikan jawabannya sebagian dalam buku-buku kuno dan itu telah hilang serta sebagian lagi ada di dalam dharma itu sendiri sehingga nilai kebenaran yang ada dalam dharma disebut dengan dharma tanpa sastra. Di dalam ajaran Tantra satra, salah satu unsur utama dalam Tantra adalah hubungan guru dan murid. Guru adalah, atau berarti seseorang yang dapat menyingkirkan kegelapan dan Shiva menjelaskan bahwa agar diperolehnya keberhasilan rohani harus ada guru yang baik dan murid yang baik. Shiva menjelaskan, bahwa ada tiga jenis guru: Pertama, adalah guru yang memberikan sedikit pengetahuan namun tidak menindak lanjuti pengajarannya. Jadi sang guru pergi dan meninggalkan sang murid. Kedua, adalah sang guru mengajarkan dan mengarahkan para muridnya sebentar namun tidak selama masa yang diperlukan si murid untuk mencapai tujuan akhir. Ketiga, dalam ajaran Tantra, guru ini adalah guru terbaik yang memberikan pengajaran dan kemudian mengupayakan terus menerus agar si murid mengikuti semua petunjuk dan sampai menyadari tujuan akhir kesempurnaan manusia. Ciri guru yang istimewa menurut petunjuk yang saya peroleh dari dewa Shiva adalah: Guru yang tenang, dapat mengendalikan pikirannya, rendah hati dan berpakain sederhana, dia memperoleh penghidupannya secara layak dan berkeluarga. Dia ahli dalam filsafat metafisik dan matang dalam seni meditasi. Dia juga tahu praktek teori pengajaran meditasi. Dia mencintai dan menuntun para muridnya. Guru yang seperti demikian disebut atau akan diberi gelar oleh Shiva yaitu; Mahakoala. Namun meskipun ada seorang guru yang hebat, tetap saja harus ada yang dapat menyerap pelajarannya. Dewa Shiva mengatakan kepada saya, ada tiga jenis murid: Pertama seorang murid yang berlaku baik di depan gurunya, namun begitu gurunya pergi, murid itu tidak melanjutkan latihannya dan tidak dapat menerapkan pelajarannya dalam kesehariannya. Yang kedua, murid seperti ini adalah yang tekun saat kehadiran gurunya namun perlahan-lahan akan berkurang bahkan meninggalkan latihannya sama sekali. Dan yang ketiga, adalah murid yang paling mulia dan sempurna yang dikatakan oleh Dewa Shiva, murid seperti ini, tekun berlatih di hadirat gurunya dan terus tekun biarpun secara fisik terpisah jauh dari gurunya. Hubungan antara guru dan murid sangatlah penting dan merupakan ciri kunci dalam mencapai moksha atau kesempurnaan. Jalan rohani sering disamakan dengan sisi tajam pisau cukur. Mudah sekali keluar dari jalur dan dengan demikian memang sulit memperoleh pembebasan. Sang guru selalu hadir untuk mencintai dan menuntun si murid pada setiap tahap upayanya untuk mencapai kesempurnaan atau moksha. Ada empat jenis moksha yang diharapkan dalam setiap bentuk jalan rohani atau jalan spiritual: Samipya moksha yaitu kebebasan yang dicapai pada saat semasih hidup yang dibantu oleh para rsi atau sang guru dan mampu memberikan pencerahan itu kepada umat lainnya dan mampu menerima petunjuk-petunjuk, wahyu, atau pawisik dari Tuhan dalam segala bentuk perwujudannya. Sadarmmya moksha yaitu kebebasan yang diperoleh dari kelahirannya kembali atau reinkarnasi dari para Dewata atau Awatara wisnu seperti Awatara Krisnha, Awatara Budha Gautama, dan lain lain. Karma mukti yaitu kebebasan yang dicapai oleh Atman itu sendiri yang telah berada dalam posisi hampir sama dengan Samipya dan Sadarmmya moksha tetapi belum dapat bersatu dengan Tuhan dalam arti belum menerima petunjuk-petunjuk, wahyu atau pawisik. Cara ini biasanya dilakukan dengan cara menggumpulkan karma-karma positip dan tekun mejalankan dharma serta tekun menjalankan meditasi dan yoga. Purna mukti yaitu kebebasan yang tertinggi dan sempurna sehingga dapat menyatu dengan Tuhan. Dalam tahapan Purna Mukti, ada tiga jenis moksha, yaitu:
Dalam kesempatan berbeda Pinisepuh juga menjelaskan bahwa kejadian Utama Moksha adalah kejadian semesta. Saat mana seseorang mengalami moksha utama maka semua komponen alam menjadi aktif. Akan ada hujan mendadak dari terang menjadi mendung yang sangat pekat dan gelap. Petir dan halilintar bergemuruh dan bersahut-sahutan. Angin bertiup sangat kencang bagai badai yang sangat hebat. Pertanda alam ini adalah sangatlah khas dan tidak menjadikan bencana bagi umat manusia namun bagi manusia wikan akan sangat paham dan berkata: “Ada seseorang tengah mencapai kesempurnaan dalam hidupnya dan menyatu dengan Brahman. Ada seseorang yang mengalami Moksha”. Pada kesempatan lainnya juga saya bertanya kepada Pinisepuh, bagaimana sebenarnya proses moksha utama tersebut. Diterangkan bahwa, proses moksha yang diketahui adalah seseorang dalam meditasinya akan mengalami tubuh yang mengecil dan terus mengecil sampai badan kasar dari manusia tersebut hilang dari pandangan mata biasa. Namun diceritakan pula bahwa, jaman dahulu ada banyak juga dari aliran kiri yang mencapai tingkatan tinggi dalam pengetahuannya melakukan meditasi dan mencapai moksha. Tetapi dari aliran kiri, pada proses pengecilan raga ada yang gagal menyatu dengan Brahman. Pada proses moksha tersebut berhenti pada ukuran tubuh tertentu, seperti yang pernah saya lihat di pameran yaitu sepanjang lebih kurang 10 centimeter. Badan kasar atau raga menjadi berwarna hitam. Jaman sekarang banyak terdengar istilah seperti ‘Jenglot’ atau sebagian dikenal juga dengan nama ‘Bhatara Karang’. Sebenarnya, Jenglot dan Bhatara Karang adalah manusia yang gagal dalam proses mencapai moksha. Dipercaya juga kalau benar cara memperlakukan Jenglot ini, maka akan bisa melindungi yang memilikinya. Kembali kepada ajaran Tantra, bahwa dalam Tantra dinyatakan, menghadapi kemelutnya hidup di jaman kali yuga ini adalah dengan memprioritaskan pemujaan sakti sebagai manifestasi Tuhan. Sakti adalah Tuhan. Karena pada jaman kali ini semakin kuat sinergi antara guna rajas dan guna tamas. Hal ini menyebabkan manusia itu hidup dengan gaya ingin hidup enak dan bersenang-senang, tetapi dengan bermalas-malasan. Dalam Tantra mengajarkan hidup enak itu baik tapi jangan seenaknya. Capailah hidup enak dengan cara bekerja keras. Seseorang bisa bekerja keras apabila potensi yang ada dalam dirinya benar-benar bangkit. Dewi Durga adalah simbul semua kekuatan penciptaan. Kekuatan gabungan akan muncul jika kekuatan jahat mengancam keberadaan ciptaan-Nya. Jadi Dewi Durga akan menghancurkan ketidakharmonisan atau kejahatan serta akan menciptakan kembali keadaan yang harmoni karena keberadaan Dewi Durga adalah untuk menciptakan dharma. Jadi petunjuk-petunjuk yang saya peroleh hanya sebatas menuntun dan memperingatkan umat manusia agar tetap ingat dan tetap melaksanakan ajaran dharma karena beliau Sang Hyang Sadashiva sudah menjelaskan kepada saya bahwasanya di jaman Kali Yuga ini, manusia sudah melupakan sifat dharma di dalam kehidupan kesehariannya. Sebagai contoh, di dalam dharma, dijelaskan ada tiga dasar dharma dalam kehidupan manusia yang harus dilaksanakan, yaitu : Filsafat, Etika dan Ritual. Jaman sekarang, manusia sudah banyak melupakan tiga dasar dharma itu. Sumber: Pinisepuh Agung sumber ::http://www.dharmagiriutama.org/durga-moksha.html |
Om Swastiastu, Om Awighnamastu Namo Siddham. Terlebih dahulu, kami haturkan pangaksama mohon maaf sebesar - besarnya ke hadapan Ida Hyang Parama Kawi - Tuhan Yang Maha Esa serta Batara - Batari junjungan dan leluhur semuanya. Agar supaya, tatkala menceriterakan keberadaan para leluhur yang telah pulang ke Nirwana, kami terlepas dari kutuk dan neraka.
Jumat, 22 Februari 2013
Durga Dewi 2 - Moksha
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar