Menurut
Lontar, Moksa ditentukan oleh Tri guna (sattwa, rajah, dan tamah) yang
menentukan akan mendapatkan apa atma itu, apakah kamoksan, swarga atau
lahir menjadi manusia, apakah menempati Paramasiwa yang memiliki tingkat
kesadaran tertinggi, Sadasiwa menengah, dan Siwa rendah (hingga
memunculkan beragam pertanyaan di atas).
Tinggi rendahnya tingkat kesadaran itu tergantung dari kuat tidaknya pengaruh Maya.
Paramasiwa
adalah bebas dari pengaruh Maya, Sadasiwa mendapat pengaruh
sedang-sedang saja, sedangkan Siwa mendapat pengaruh Maya paling kuat.
Berikut Lontar yang menuntun menuju Moksa:
*Lontar Sundarigama
menggunakan bahasa Kawi, dan mengandung teks yang bersifat
filosofis-religius karena mendeskripsikan norma-norma, gagasan,
perilaku, dan tindakan keagamaan, serta jenis-jenis sesajen persembahan
yang patut dibuat pada saat merayakan hari-hari suci umat Hindu Bali,
mengajarkan kepada umatnya untuk berpegang kepada hari-hari suci
berdasarkan wewaran, wuku, dan sasih dengan mempergunakan benda-benda
suci/yang disucikan seperti api, air, kembang, bebantenan disertai
kesucian pikiran terutama dalam mencapai tujuan yang bahagia lahir
bathin (moksartam jagadhita) berdasarkan agama yang dianutnya. Teks
Sundarigama merupakan penuntun dan pedoman tentang tata cara perayaan
hari-hari suci Hindu yang meliputi aspek tattwa (filosofis), susila, dan
upacara/upakara.
Teks
sundarigama tidak hanya mendeskripsikan hari-hari suci menurut
perhitungan bulan (purnama atau tilem) atau pun pawukon serta
jenis-jenis upakara yang patut dibuat umat Hindu pada saat merayakan
hari-hari suci tersebut, tetapi juga menjelaskan tujuan bahkan makna
perayaan hari-hari suci tersebut. Secara umum dapat dikatakan bahwa
tujuan dan makna perayaan hari-hari suci umat Hindu menurut Lontar
Sundarigama adalah menjaga keseimbangan dan keharmonisan hubungan
manusia dengan Tuhan /Ida Sanghyang Widhi Wasa; Hubungan manusia dengan
manusia; dan hubungan manusia dengan alam lingkungan. Dengan demikian,
dapat dikatakan bahwa umat Hindu Bali melakukan upacara agama adalah
dari dan untuk keselamatan alam semesta beserta seluruh isinya.
*Tattwa Sangkaning Dadi Janma
adalah sebuah pustaka lontar yang memuat ajaran tentang hakikat Siwa.
Lontar ini mengacu pada pustaka yang lebih tua seperti, Bhuwanakosa,
Wrehaspati Tattwa, Tattwa Jnana, Jnana Siddhanta, Ganapati Tattwa.
Materi
Pokok yang diajarkan dalam pustaka Tattwa Sangkaning Dadi Janma adalah
pengetahuan rahasia, yaitu tentang ilmu kadyatmikan, ilmu untuk
melepaskan Sang Hyang Urip untuk kembali ke asalnya atau kamoksan,
kalepasan, kesunyataan. Janganlah mengajarkan kepada murid yang tidak mentaati tata krama.
Dan
kepada orang yang tidak terpelajar, rahasiakanlah ajaran Beliau para
Resi, sebab murid yang pandai tetapi tidak bermoral, tidak mentaati tata
krama dan tidak hormat kepada guru, itu akan mendapat petaka besar bagi
si murid.
Sebaliknya, walaupun murid itu agak kurang, kalau mentaati ajaran tata krama dari guru, pastilah murid itu akan berhasil.
*Tutur Bhuwana Mareka
adalah lontar yang memuat ajaran tentang Siwa. Bahasa yang digunakan
adalah bahasa campuran antara Bahasa Jawa Kuno dan Bahasa Sansekerta
yang disajikan dalam bentuk sloka. Adapun materi pokok yang diajarkan
dalam Lontar Bhuwana Mareka ini adalah pengetahuan tentang “ilmu
kadyatmikan” yang dapat dijadikan oleh para yogi atau para jnanin untuk
mencapai kalepasan/kamoksan.
Sang
Hyang Mareka sesungguhnya adalah awal dan akhir segala yang ada. Ia
adalah Sunya, pokok ajaran Bhuwana Mareka. Ia adalah Sang Hyang Utama
yang sesungguhnya tidak diketahui oleh siapapun. Rahasia diantara yang
rahasia. Ia yang misteri ini selalu dirindukan oleh orang-orang suci,
maka selalu direnungkan dalam sanubari. Ialah tujuan dan hakekat ajaran
kamoksan. Sesungguhnya Ia esa dan suci, ada di mana-mana, ada pada
segala, inti alam semesta. Ialah yang disebut dengan berbagai nama
menurut kedudukan, fungsi dan harapan pemuja-Nya.
Dalam
rangka kamoksan dan kadyatmikan, Ia yang dimohon hadir berwujud
Istadewata dalam meditasi penghayatnya. Untuk mencapai penghayatan
sebagai yang diharapkan, ada sadana yang harus ditaati oleh si
penghayat, sebagai yang tertuang dalam berbagai Kaputusan sebagai yang
diajarkan dalam teks ini.
*Brahmokta Widhisastra
adalah sebuah lontar yang cukup tua. Uraian di dalam lontar ini ditulis
dalam bentuk sloka dengan menggunakan bahasa Sansekerta, sedangkan
penjelasannya menggunakan bahasa Jawa Kuna. Lontar ini menguraikan
ajaran Kalepasan yang bersifat Siwaistik, diantaranya menjelaskan
tentang hakekat Sanghyang Pranawa (Om). Semesta alam dan badan (manusia)
adalah perwujudannya yang sekaligus pula sebagai jiwanya. Ia adalah
obyek tertinggi kalepasan. Menjelaskan manfaat pranayama. Pranayama yang
benar akan dapat membakar habis semua pennyakit, termasuk pula papa,
dosa-dosa, triguna, dasendriya, sadripu, sehingga orang terbebas dari
penyakit. Orang yang bebas dari penyakit akan panjang umur.
Selain
itu, lontar ini juga menjelaskan tentang Catur Dasaksara (empat belas
aksara). Keempat belas aksara itu memiliki kadar kesucian yang sama dan
pahala sorga dan kamoksan yang sama pula, karena keempat belas aksara
itu adalah merupakan badan Tuhan atau perwujudan Siwa yang disebut Catur
Dasa Siwa (empat belas Siwa), yang merupakan obyek kalepasan dalam arti
untuk mencapai kalepasan, maka keempat belas tempat Siwa itu bisa
dituju sesuai dengan kemampuan yang dimiliki. Om adalah kalepasan
tertinggi. Aksara mana yang dapat dipusatkan dalam pikiran kala kematian
menjelang, maka ke sanalah ia menuju ke salah satu tempat Siwa. Orang
yang telah mencapai tempat Siwa akan menikmati kesenangan dan tidak akan
kembali duka karena itu disebut Siwa atau Sadasiwa. Ia
juga disebut Iswara karena ia adalah pemilik keempat belas istana itu.
Lontar ini juga berisi himbauan kepada guru agar di dalam mengajarkan
mutiara ajaran Siwasiddhanta tertinggi ini tidak pada sembarang siswa,
dan lain-lain.
*LONTAR TUTUR KUMARATATWA,
menguraikan tentang hakikat kamoksan. Kamoksan itu pada prinsipnya
adalah suatu proses yang tidak dapat dicapai secara sekaligus tetapi
dicapai secara bertahap. Kamoksan merupakan proses penunggalan Yang Ada
dengan Yang Tiada setelah mengalami pembebasan dari keterikatan duniawi.
Yang Tiada (kekosongan) merupakan sumber segala sesuatu dan tujuan
terakhir yang meleburkan segala sesuatu. Kekosongan itu merupakan awal,
tengah, dan akhir segala spekulasi.
Tutur
Kumaratatwa berisi ajaran filosofis tentang mengapa manusia menderita,
dan bagaimana manusia melepaskan diri dari penseritaan. Adapun sumber
penderitaan manusia adalah Dasendriya, dan manusia harus mampu
mengendalikannya dengan cara mengenali dan memahami kejatidiriannya
sehingga manusia dapat mengerahkan segala kekuatan yang ada di dalam
dirinya.
*LONTAR KAMOKSAN,
berisi tentang cara-cara untuk mencapai tujuan hidup dengan melalui
praktek-praktek/pelaksanaan ajian-ajian (mantra). Berbagai ajian-ajian
ditawarkan dalam naskah lontar ini, dan apabila seseorang tersebut mampu
menerapkan ajian tersebut maka akan tercapai apa yang dikehendakinya,
baik itu Kawisesan maupun Kamoksan. Ajian-ajian yang terdapat dalam
naskah ini memiliki nilai kesakralan tinggi. Hakikat ajian tersebut
bersifat sangat rahasia dan tidak semua bisa mempraktekkannya sehingga
memerlukan kesigapan, ketelitian, ketekunan dan ketajaman batin
pembacanya. Oleh karena itu perlulah kiranya pembaca bila ingin
mempraktekkan ajian-ajian ini dituntun oleh seorang guru agar terhindar
dari hal-hal yang tidak diinginkan.
Di
dalam Lontar Kamoksan, ajian yang berhubungan dengan kamoksan antara
lain Aji Kalepasan Ring Sarira, Aji Tuturira Sanghyang Kalepasan, Aji
Wekasing Ujar, Aji Sanghyang Dharma, Aji Wekasing Aputih, Aji Dharma
Kalepasan Kamoksan. Kamoksan atau Kalepasan mengacu pada makna
terlepasnya Atma dari tubuh manusia untuk manunggal dengan Paramatma.
Supaya Atma dengan mulus dapat melepas dari tubuh juga memerlukan
pengetahuan spiritual khusus, baik dalam hal mengenal, mengetahui
tanda-tanda, kapan waktu, maupun jalan yang akan ditempuh oleh Atma
ketika melepas dari tubuh. Di dalam lontar Kamoksan, dijelaskan beberapa
ajian atau ilmu tentang pelepasan Atma dari tubuh, antara lain Aji
Pakekesing Pati, Aji Tengeraning Pati, Aji Wekasing Bhuwana, Aji
Patyaning Tiga, Aji Patitisan, Aji Pakeker, Aji Pamancutan.
Di
dalam Lontar Kamoksan dijelaskan bahwa moksa dapat dicapai melalui
suatu tahapan spiritual, yang dimulai dengan memahami nama dewa,
besarnya, warnanya, dan tempat bersemayam dewa tersebut. Dewa-dewa
tersebut dikenali satu per satu secara bertahap, baik dalam posisi
horisonta maupun vertical, sampai pada tataran tertinggi, yaitu “berada
dalam diam”.
*TUTUR ANGKUS PRANA,
secara garis besarnya, isi dari lontar ini dapat dikelompokkan menjadi
dua bagian yaitu Kawisesan dan Kamoksan. Kawisesan berhubungan dengan
sakti yang erat hubungannya dengan hidup keduniawian. Sedangkan Kamoksan
berhubungan dengan pembebasan terakhir dan harapan hidup bahagia di
sorga.
Isi
yang mengandung ajaran Kawisesan tersimpul dalam berbagai ilmu yang
disebut dengan Tutur, yaitu: Tutur Pranajati, Tutur Jati Ening,
Sanghyang Aji Lwih, Tutur Samuccaya, Tutur Jagatnatha dan Jagat Guru,
Tutur Upadesa, Pangelepasan Tedung Jati (Aji Pawasan), Tutur Yoga
Meneng, Tutur Bhagawan Kasyapa, Tutur Kawakyan. Sedangkan isi yang
mengandung ajaran Kamoksan tampak pada Aji Pangelepasan Siwi (Siwer)
Mas.
Kedua
ilmu itu, meskipun terlihat berbeda namun sesungguhnya berhubungan
erat, dan kawisesan itu penting untuk melakoni kamoksan. Keberhasilan
seseorang dalam mempelajari ilmu ini sangat ditentukan oleh beberapa hal
seperti: tidak mempunyai dosa besar, dapat mempersiapkan diri dengan
baik untuk mempelajari ilmu itu, dapat memusatkan pikiran dan tidak
berkata-kata, dan ada berkat dari Widhi (Tuhan). Ilmu ini memiliki
manfaat/kegunaan yang luar biasa dalam kehidupan ini utamanya bagi yang
menekuninya seperti: dapat memperpanjang usia, untuk membersihkan diri,
untuk menumbuhkan sifat-sifat baik, untuk membebaskan leluhur dan
keluarga dari neraka, untuk mendapatkan cinta wanita, untuk kesidian
balian, untuk memperoleh kebahagiaan sorgawi setelah meninggal dan
duniawi setelah lahir kembali, dan lain-lain.
Oleh
karena demikian hebatnya ilmu ini, maka dianjurkan agar dalam
mempelajari ilmu ini tidak boleh menyombongkan diri karena ilmu itu
banyak disembunyikan oleh Dewa, dan agar selektif dalam mengajarkan
apalagi terhadap orang lain karena belum tentu sama pikirannya.
* LONTAR SIWAGAMA, merupakan teks yang tergolong jenis tutur yang juga disebut Purwagamasasana. Siwagama merupakan salah satu karya Ida Padanda Made Sidemen dari Geria Delod Pasar, Intaran, Sanur. Karya ini diciptakan pada tahun 1938, konon atas permintaan raja Badung.
Teksnya
dimulai dengan menyebutkan bahwa kisah cerita diawali dengan
perbincangan raja Pranaraga dengan pendeta istana (Bagawan Asmaranatha)
tentang tattwa mahasunya. Agama Hindu sesungguhnya menganut paham
monotheisme bukan politheisme. Tuhan hanya satu tidak ada duanya, namun
orang bijaksana menyebut-Nya dengan banyak nama. Berbagai sebutan Tuhan
muncul dalam agama Hindu karena Tuhan tidak terbatas adanya. Akan
tetapi, kemampuan manusia untuk menggambarkan hakikat Tuhan sangat
terbatas adanya. Di dalam teks Siwagama disinggung berbagai sebutan
Tuhan, seperti Sanghyang Widhi, Sanghyang Adisuksma, Sanghyang Titah,
Sanghyang Anarawang, Sanghyang Licin, Sang Acintya, dll.
Disamping
kepercayaan kepada Sanghyang Widhi, juga menegaskan kepercayaan adanya
roh leluhur. Dalam hal ini, manusia diajak untuk berbakti kepada
leluhur. Sebab pada hakikatnya antara atma dan dewa itu tunggal, sebab
semua makhluk berasal dari Sanghyang Widhi. Kepercayaan adanya
karmaphala juga dijelaskan pengarang dalam teks Siwagama. Tidak ada
suatu perbuatan yang sia-sia, semua perbuatan akan membuahkan hasil,
disadari atau tidak. Selain itu disinggung juga mengenai kepercayaan
akan adanya samsara dan moksa. Hal ini dikaitkan dengan pahala-pahala
yang ditemukan bagi orang-orang yang senantiasa rajin membaca,
mendengarkan, dan mendiskusikan ajaran-ajaran teks suci, seperti
Astadasaparwa, Itihasa, dan Purana-Purana. Konon sebagai pahala membaca,
mendengarkan, dan mendiskusikan teks-teks suci tersebut, selama
hidupnya manusia dapat mencapai ketenangan pikiran, melenyapkan
niat-niat jahat, kotoran diri, noda, dan dosa, serta ketika ajal tiba
akan menemukan sorga dan moksa.
Di
dalam teks Siwagama juga banyak didapatkan kutukan-kutukan yang menimpa
sejumlah tokoh akibat perbuatan-perbuatan yang dilakukannya.
Sebagaimana dikisahkan, Bhatari Uma dikutuk menjadi Durga sebagai pahala
atas perbuatan serongnya dengan Si Pengembala, Dyah Mayakresna (putri
Bhatara Guru) dikutuk menjadi Kalika sebagai pahala atas kejahatannya
membunuh suami-suaminya. Sang Sucitra dan Sang Susena (Raja Gandarwa)
menerima kutukan dari Bhatara Guru menjadi Sang Kalantaka dan Sang
Kalanjaya sebagai pahala perbuatan jahatnya memperkosa Sang Batringsa
dan Sriyogini (juru bunga Bhatara Guru). Ada pula tokoh-tokoh yang
dikisahkan mendapat pahala baik akibat perbuatan baik yang dilakukan.
Seperti Sang Kumara dinobatkan menjadi Sang Wredhakumara atas kemuliaan
yoganya. Demikian pula pada dewa-dewa lainnya, seperti Bhatara Surya
yang diberi gelar Siwaraditya oleh Bhatara Guru sebagai pahala atas
ketekunannya menjadi saksi dunia dan atas kepatuhannya kepada Bhatara
Guru.
* SANGHYANG MAHAJNANA,
mengandung ajaran Siwatattwa, ajaran untuk mencapai kelepasan,
disajikan dalam bentuk tanya jawab antara sang putra dengan sang ayah,
Bhatara Kumara dengan Bhatara Guru. Adapun ajaran-ajarannya itu ialah:
•
Apakah yang disebut tidur dan jaga? Dasendriya itu disebut tidur, dan
Pancabayu yaitu prana, apana, samana, udana, dan wyana disebut jaga.
• Pradhana adalah malam hari, Purusa adalah matahari malam hari, dan atma adalah jnana (kebijaksanaan)
• Purusa adalah kusir, pradhana adalah badan, kereta adalah Dasendriya, dharma-dharma adalah tali tali lisnya
•
Bhatara Wisnu adalah kereta, Bhatara Brahma adalah lembu, Bhatara
Iswara adalah kusir, Bhatara Siwa berada di tengah kereta sebagai
jiwanya
•
Di dalam tribhuwana ada Brahma bhuwana, Wisnu bhuwana, dan Rudra
bhuwana. Pada inti bhuwana terdapat trikona, tempat Bhatara Siwa
•
Tryaksara dan tripada (Brahmapada, Wisnupada, dan Rudrapada) adalah
Ongkara. Pikiran yang teguh berlindung pada Bhatara Siwa, Siwalingga
yang tidak ada bandingannya
•
Dewanya jagrapada ialah Bhatara Brahma, dewanya Swapnapada ialah
Bhatara Wisnu, dewanya Susuptapada ialah Bhatara Rudra, dewanya
Turyapada ialah Bhatara Maheswara, dewanya Turyantapada ialah Bhatara
Mahadewa, dewanya Kewalyapada ialah Bhatara Isana, dan dewanya
Paramakewalyapada ialah Bhatara Paramasiwa yang disebut Kamoksan
• Omkara amat mulia, paling mulia diantara mantra, amat halus. Dengan sarana Omkara, seorang Yogiswara mendapatkan Kamoksan
• Untuk dapat memahami akan adanya Bhatara amat sulit. Orang yang mengetahui Tattwa Bhatara akan mencapai moksa.
* TUTUR SIWA BANDA SAKOTI,
pada pokoknya menguraikan tentang ajaran Siwa, namun dalam beberapa
uraiannya juga terdapat penyatuan antara ajaran Siwa dan Buddha,
terutama yang berkaitan dengan cara mencapai kalepasan (kamoksan) yang
menjadi inti dari isi lontar ini.
Siwa
Banda Sakoti menguraikan wejangan Sang Hyang Siwa Banda Sakoti yang
disampaikan kepada Mupu Kuturan mengenai kalepasan di dalam diri yang
patut diajarkan oleh para Dang Guru kepada muridnya yang benar-benar
ingin mengetahui tentang hal itu. Ada satu pesan yang disampaikan bahwa
ajaran ini hendaknya hanya diajarkan kepada mereka yang benar-benar
ingin berguru, dan jangan sekali-kali diajarkan kepada mereka yang
bodoh, karena ajaran ini sangat rahasia, dan tidak patut untuk
dibicarakan mengenai kesempurnaannya.
Pembicaraan
diawali dengan pengutaraan dewa-dewa dan stananya di dalam tubuh, serta
wujud, aksaranya, dan fungsinya. Di samping kalepasan menurut ajaran
Siwa juga dupadukan dengan ajaran Buddha, seperti adanya penunggalan
Sang Hyang Siwa Adnyana dengan Sapta Boddha yang meliputi: darana,
diana, yoga, tarka, samadi, isawara-pramidana, kasunian, yang semuanya
ini dapat digunakan sebagai jalan menuju kalepasan.
Di
dalam lontar Siwa Banda Sakoti memang banyak diuraikan berbagai jalan
atau cara mencapai kalepasan, termasuk stana dewa-dewa di dalam tubuh,
dewa-dewa dalam benih aksara (bijaksara) yang memenuhi jagat raya ini.
Namun sebagai inti ajarannya adalah panunggalan Sang Hyang Ongkara baik
pada badan manusia, maupun pada alam semesta, yang bersifat sakala
niskala dan sangat rahasia.
*TUTUR AJI SARASWATI,
pada dasarnya berisi ajaran tentang kesukseman, ajaran kerohanian
tinggi yang isinya dapat dipilah menjadi dua yaitu: berisi ajaran
tentang kesehatan dan ajaran hidup setelah mati yang dikenal dengan
kamoksan. Dalam
menguraikan ajarannya diawali dengan penyusunan Dasaksara,
pengringkesannya menjadi Pancabrahma, Pancabrahma menjadi Tri Aksara,
Tri Aksara menjadi Rwa Bhineda, Rwa Bhineda menjadi Ekaksara, dan juga
diuraikan mengenai kedudukan dalam badan serta kegunaannya. Bila ingin
menggunakan naskah ini sebagai sebuah tuntunan maka sebelumnya haruslah
teliti, harus membandingkannya terlebih dahulu dengan naskah lain, dan
juga perlu tuntunan seorang yang mumpuni di bidang itu untuk membukakan
jalan karena jika sedikit saja keliru dalam mempelajari dan
mempraktekkan maka akan berakibat fatal
Sumber: Indoforum.org (Bro Goesdoen)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar